Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17,000 pulau dan memiliki penduduk dengan jumlah terbesar ke-4 di dunia (lebih dari 250 juta penduduk) memiliki potensi pasar telekomunikasi yang sangat besar. Kondisi geografis kepulauan dan banyaknya pemukiman yang tersebar di seluruh pelosok negri menyebabkan dibutuhkannya metode telekomunikasi yang dapat mengatasi rintangan jarak dan akses fisik yang kompleks. Hal ini merupakan tantangan dan peluang bagi perusahaan telekomunikasi selular mengingat akses fisik jaringan membutuhkan investasi yang besar untuk dapat menjangkau pelosok Indonesia.
Dari kisaran 250 juta penduduk Indonesia, penduduk muda (usia 10 – 24 tahun) di estimasi berjumlah sekitar 20% dan jumlah kelas menengah yang cukup besar dengan kisaran 50% dari total penduduk. Kelompok penduduk muda dan kelas menengah merupakan kelompok pengadopsi teknologi dan telekomunikasi, menunjukkan bahwa pasar teleomunikasi Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan.
Berdasarkan informasi dalam “The Mobile Economy 2015 – Asia Pacific” yang diterbitkan oleh GSM Association (GSMA), total unique subscribers di Indonesia berjumlah 106 juta yang menunjukkan bahwa lebih dari 40% penduduk Indonesia menggunakan layanan telekomunikasi selular, dengan jumlah koneksi lebih dari 330 juta atau sekitar 125% dari total penduduk. Secara rata-rata, dapat diasumsikan bahwa satu pelanggan terdaftar memiliki 3 koneksi selular.
Selain itu, dengan terus berkembangnya era digital saat ini, makin menyebabkan pengguna layanan telekomunikasi mencari layanan yang baik dengan jangkauan yang juga baik. Hal ini merupakan tantangan besar bagi perusahaan telekomunikasi selular mengingat hal ini berdampak ke menurunnya penggunaan layanan tradisional seperti voice dan sms.
Sejak awal teknologi telekomunikasi selular berkembang di Indonesia pada era tahun 90an hingga saat ini, industri telekomunikasi khususnya telekomunikasi selular di Indonesia telah melalui berbagai fase. Jika pada era ‘90an teknologi seluler menerapkan tek
nologi Advanced Mobile Phone Systems (AMPS), maka pada 2003-2012 teknologi selular di Indonesia makin marak berkembang dengan diadopsinya layanan selular generasi ke tiga (3G) dan juga 3.5G yaitu Global System for Mobile telecommunication (GSM), High-Speed Downlink Packet Access (HSDPA). Pada tahun 2014 teknologi telekomunikasi di Indnesia memasuki era 4G dengan menerapkan teknologi Long Term Evolution (LTE) atau biasa disebut 4G-LTE.
Perkembangan teknologi dan penggunaan layanan telekomunikasi di Indonesia yang berkembang sangat pesat dalam 5 tahun terakhir diantaranya disebabkan oleh makin tersedianya akses jaringan sampai ke pelosok, harga perangkat smartphone yang semakin terjangkau, serta trend penggunaan media sosial dan messaging system yang mendorong laju penggunaan internet melalui telpon selular. Perkembangan penggunaan komunikasi data tersebut juga menjadi pendorong tumbuhnya aplikasi dan konten yang berbasis akses internet, sehingga memungkinkan pengguna untuk berkomunikasi ke seluruh penjuru dunia dengan lebih mudah, cepat dan murah.
Kehadiran teknologi 4G-LTE yang sudah dikomersialkan di Indonesia akan membuat permintaan layanan berbasis data dan layanan multimedia seperti video streaming maupun mobile commerce semakin meningkat. Tantangan lain dalam optimalisasi 4G ini terkait dengan bagaimana membangun sebuah ekosistem yang terdiri dari device, network, dan application. Terkait dengan perangkat, penetrasi smartphone di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Selain perangkat, jaringan juga sangat penting dalam ekosistem telekomunikasi. Dalam layanan 4G-LTE, kecepatan jaringan merupakan suatu keharusan.
Walaupun pendapatan perusahaan telekomunikasi dari layanan voice dan short message service (SMS) masih memberikan kontribusi yang terbesar (60% – 80%), sementara layanan data semakin meningkat setiap tahunnya dan sudah mendekati proporsi pendapatan yang diperoleh melalui SMS. Pendapatan dari layanan voice dan sms dari tahun ketahun cenderung menurun. Hal ini di sebabkan diantaranya oleh diberlakukannya kebijakan tarif gratis oleh para penyelenggara dan beralihnya pelanggan ke layanan voice dan sms melalui layanan Over the Top (OTT). Pertumbuhan trafik data yang dipicu oleh penggunaan layanan OTT serta meningkatknya konten multimedia dan kebutuhan social media dari pengguna menuntut penyelenggara untuk meningkatkan kapasitas jaringan. Namun demikian pertumbuhan kebutuhan dan trafik data serta peningkatan biaya operasi saat ini belum diimbangi dengan peningkatan pendapatan.
Di saat layanan voice dan SMS yang menjadi andalan operator telekomunikasi semakin menunjukkan tanda-tanda penurunan, para perusahaan telekomunikasi selular pun berlomba menyediakan berbagai layanan baru yang berbasis data. Pemanfaatan layanan data kini tidak lagi hanya digunakan untuk menghubungkan manusia dengan mesin (perangkat), tapi sudah mengarah ke penggunaan antara mesin dengan mesin atau yang biasa disebut dengan istilah machine to machine (M2M).
M2M atau machine to machine merupakan layanan yang memungkinkan perpindahan informasi dari mesin yang satu ke mesin yang lain dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.. Perangkat M2M dapat diotomasi atau juga diperasikan dari jarak jauh dari perangkat bergerak. Contoh dari layanan M2M adalah perangkat CCTV yang akan mengirimkan gambar kepada pemilik via email jika ada gerakan yang terdeteksi oleh sensor gerak, menghidupkan lampu atau menutup tirai, hingga penggunaan di bisnis dalam memantau pergerakan mesin/barang, serta banyak lainnya.
Era konektivitas M2M, atau biasa disebut internet of thing (IoT), akan membantu operator seluler untuk tumbuh dan memperoleh potensi pendapatan baru.Banyak analis memprediksi layanan M2M akan menjadi komponen penting dalam menentukan masa depan pertumbuhan industri selular. Saat ini perusahaan telekomunikasi selular di Indonesia pun sedang terus mengembangkan layanan M2M ini untuk dapat meningkatkan pendapatannya.
KOMPETISI ANTAR OPERATOR SELULAR
Perkembangan yang terhitung sangat pesat dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan perusahaan telekomunikasi seluler dari waktu ke waktu harus menyesuaikan diri untuk dapat memenangkan kompetisi. Pada era konvergensi jaringan dan layanan mendatang, setidaknya banyak langkah yang harus ditempuh perusahaan telekomunikasi seluler, mulai dari komitmen melakukan perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi, kemitraan dengan penyedia jasa, pengembangan layanan konten, hingga tranformasi bisnis, dengan menghilangkan segala bentuk hambatan dengan memprioritaskan produktivitas dan efisiensi, dengan tetap mempertahankan kecepatan gerak bisnis dalam beroperasi dan menawarkan layanan dan fitur baru yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Dalam menarik minat pengguna, perusahaan telekomunikasi selular saat ini berlomba-lomba baik dari inovasi produk dan layanan hingga kegiatan promosi yang menarik sehingga dapat meningkatkan jumlah pengguna layanannya. Hal ini tentunya diiringi dengan penawaran tarif dan promosi yang menarik bagi pengguna.
Kecepatan kompetisi ini membutuhkan inovasi yang berkelanjutan, riset pasar yang baik, penawaran menarik dan kecepatan dan ketepatan aktivitas bisnis dengan tetap menjaga layanan yang baik kepada pelanggan. Walaupun dibutuhkan pelari-pelari cepat untuk menjalankan bisnis perusahaan telekomunikasi selular, namun tentu harapan masing-masing perusahaan untuk tetap dalam kompetisi lari marathon yang membutuhkan ketahanan dalam keberadaan bisnis jangka panjang.
Saat ini terdapat sekitar 7 perusahaan telekomunikasi selular di Indonesia, dan terdapat 3 perusahaan terbesar yaitu Telkomsel, Indosat dan XL. 3 Perusahaan tersebut berhasil membukukan pendapatan puluhan triliun rupiah dan menguasai pasar Indonesia. Pada tahun 2015 tercatatat bahwa Telkomsel berhasil membukukan pendapatan sebesar 76 triliun rupiah, Indosat sebesar 26 triliun rupiah dan XL sebesar 23 triliun rupiah. Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun tersebut juga diiringi dengan meningkatnya jumlah pengguna secara nasional.

Walaupun pengguna telekomunikasi meningkat, namun rata-rata pendapatan (Average Revenue Per User – ARPU) perusahaan telekomunikasi selular menunjukkan tren menurun, sehingga bila tidak dikelola dengan baik, terdapat potensi penurunan pendapatan operator telekomunikasi selular setiap tahunnya.
Penyebab dari penurunan ARPU ini disebabkan oleh:
- Pelanggan memiliki lebih dari satu sim card, sedangkan pengeluaran pelanggan untuk biaya komunikasi tidak banyak berubah. Hal ini juga menyebabkan faktor pembagi pendapatan dalam perhitungan ARPU menjadi besar.
- Perang tarif antar penyelenggara telekomunikasi yang tidak diimbangi dengan peningkatan Minutes of Usage (MoU) penggunaan layanan voice
Dalam memenangkan kompetisi antar perusahaan, sepanjang sejarah telekomunikasi di Indonesia telah terjadi berbagai dinamika pergantian kepemilikan serta merger dan akuisisi. Salah satu pergantian struktur kepemilikan yang cukup signifikan dalam sejarah telekomunikasi di Indonesia diantaranya perubahan kepemilikan di Indosat yang sebelumnya dimiliki oleh pemerintah republic Indonesia hingga yang baru-baru ini terjadi adalah akuisisi AXIS oleh XL.
Dengan meningkatnya persaingan usaha dan persaingan global yang juga tumbuh dengan pesat, Indonesia yang merupakan salah satu pasar dengan potensi besar telekomunikasi di dunia pun dapat menarik perusahaan internasional lain untuk memasiuki pasar Indonesia. Merger dan akuisisi, perubahan struktur kepemilikan, serta masuknya competitor internasional sangat mungkin terjadi di masa-masa yang akan datang.
TANTANGAN GLOBAL DAN REGIONAL
Asia pasifik merupakan kawasan pasar telekomunikasi terbesar di dunia dengan jumlah pengguna layanan telekomunikasi (unique subscriber) lebih dari 1,8 milliar pelanggan. Indonesia sendiri tercatat di posisi keempat setelah Cina, India, dan Jepang jika dilihat dari jumlah pelanggan (unique subscribers) dengan jumlah sebesar 107 juta. Sementara jika dilihat dari jumlah koneksi (total subscribers) Indonesia tercatat nomor 4 terbesar di kawasan Asia Pasifik dengan jumlah koneksi sebesar 315 Juta pada tahun 20014. Hal ini menunjukkan potensi pasar telekomunikasi Indonesia yang sangat menarik, mengingat persentase pelanggan dari total populasi yang masih berjumlah sekitar 41 persen dengan kebutuhan akan koneksi yang dapat hingga 3 kali lipat dari pengguna yang ada. Hal ini terntunya menjadi perhatian bagi pemain global untuk melirik pasar telekomunikasi selular di Indonesia, dan tantangan bagi perusahaan telekomunikasi selular lokal untuk dapat terus meningkatkan layanan dalam menghadapi persaingan ini,

Seperti diketahui, di Indonesia sendiri terdapat beberapa pemain besar dengan hadirnya Ooredoo group dengan kepemilikannya di Indosat, Axiata Group dengan kepemilikanya di XL, serta Singtel dan Telkom Indonesia dengan kepemilikannya di Telkomsel.
Berdasarkan laporan dari GSMA Intelligence “Operator group ranking, Q2 2014” menunjukkan ranking dari 30 perusahaan telekomunikasi selular besar di dunia dengan menggunakan metode yang mengkombinasikan revenue dan jumlah pelanggan. China Mobile merupakan perusahaan telekomunikasi selular terbesar di dunia saat ini dengan jumlah pelanggan sebesar 790.6 juta pelanggan dan revenue sebesar £66.4, sementara itu Ooredoo group tercatat di nomor 21 dengan pelanggan sejumlah 93.2 juta dan revenue sebesar £5.0, Telkomsel di peringkat 24 dengan jumlah pelanggan sebesar 137.4 juta dan revenue sebesar £3.3, serta Axiata Group di nomor 25 dengan jumlah pelanggan sebesar 115.7 juta dan revenue sebesar £3.6. Telkomsel sendiri sebagai perusahaan Indonesia yang tercatat dalam daftar tersebut menduduki peringkat ke 14 di dunia untuk jumlah pelanggan, serta peringkat nomor 41 dunia untuk revenue.
Tantangan lainnya bagi industri telekomunikasi di Indonesa adalah dengan dicanangkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang merupakan peluang sekaligus tantangan bagi perusahaan telekomunikasi selular di Indonesia. Merupakan peluang bagi industri telekomunikasi mengingat semakin terbukanya pasar telekomunikasi di seluruh kawasan ASEAN. Namun juga merupakan tantangan karena masih terdapat berbagai kelemahan di Indonesia baik dari sisi regulasi maupun pengelolaan perusahaan.
Peta kompetisi di ASEAN cukup menarik. Setidaknya ada tiga pemain besar di ASEAN, yaitu Singtel dari Singapura, Axiata dari Malaysia dan Telkom dari Indonesia. Dilihat dari sisi basis pelanggan dan nilai pasar, posisi Telkom cukup menggembirakan. Namun dari sisi pengalaman bermain di pasar global, Telkom masih harus mengakui keunggulan Singtel dan Axiata.
PEMUTAKHIRAN PENGELOLAAN PERUSAHAAN KHUSUSNYA MANAJEMEN RISIKO DAN PENGENDALIAN INTERNAL
Kasus keuangan yang dialami oleh berbagai perusahaan di dunia beberapa waktu kebelakang menyebabkan fokus pengendalian manajemen bertitik berat di area keuangan. Penerapan Internal Control over Financial Reporting (ICOFR) yang mengacu kepada penerapan Sarbanes Oxley Act di Amerika selain mengharuskan perusahaan yang terdaftar di bursa Amerika Serikat juga memiliki dampak lebih luas ke perusahaan lainnya (yang tidak terdaftar di bursa) untuk memfokuskan pengendalian terhadap risiko pelaporan keuangan.
Mengingat pertumbuhan bisnis telekomunikasi yang sangat cepat, perusahaan juga harus mulai melihat aspek operasional dan kepatuhan terhadap hukum untuk memastikan bahwa aktivitas bisnis yang dirancang dapat memenuhi tujuan dan strategi perusahaan dan juga tetap tidak melanggar hukum.
Sebagai ilustrasi adalah bahwa dampak dari cepatnya kompetisi bisnis telekomunikasi selular berpengaruh kepada kegiatan pengelolaan produk dan layanan. Pengembangan produk dan layanan yang dimulai dari tahapan perencanaan, pengembangan, launching, dan terminasi layanan perlu dilakukan dengan baik. Rangkain proses ini berlangsung cepat dalam memenuhi kebutuhan pasar dan persaingan dengan perusahaan lainnya. Risiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah:
- Analisa dan perencanaan yang dibuat tidak berdasarkan suatu informasi yang akurat sehingga produk dan layanan yang dipasarkan tidak mampu memberikan manfaat optimal bagi Perusahaan
- Kerjasama dengan vendor dan mitra dalam pengembangan dan pengelolaan produk layanan tidak sesuai dengan kebutuhan dan rencana perusahaan
- Produk dan layanan melanggar aturan yang berlaku
- Pengelolaan dan terminasi produk dan layanan yang dilakukan dengan tidak baik dapat menggangu produk dan layanan utama yang ditawarkan dan dapat merugikan pelanggan.
Tentunya selain terkait dengan pengelolaan produk dan layanan, hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah kaitannya dengan kegiatan marketing dan promosi, hubungan dengan vendor dan mitra, pengelolaan resources, business continuity management, revenue assurance, serta layanan kepada pelanggan, mengingat kasus-kasus yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia atas area-area tersebut.
Selain itu, perbaikan dalam pengelolaan aspek hukum dan regulasi juga perlu menjadi perhatian. Pemerintahan baru dengan tentunya memiliki cara yang berbeda memiliki dampak kepada regulasi yang saat ini ada. Rencana pemerintah untuk disatu sisi mendorong bisnis ini untuk tumbuh dengan pengembangan infrastruktur dan juga perbaikan dan pengembangan regulasi tentunya berdampak terhadap perusahaan telekomunikasi selular. Perubahan yang saat ini sedang didorong oleh pemerintah diantaranya terkait reformasi perizinan, penyempurnaan regulasi tariff dan interkoneksi, serta pengelolaan identitas pelanggan prabayar. Tentunya hal tersebut memiliki dampak kepada perusahaan telekomunikasi selular yang harus segera dapat diantisipasi oleh perusahaan.
Perbaikan manajemen risiko dan pengendalian internal tersebut juga harus didukung dengan perbaikan proses bisnis sehingga dapat lebih efektif dan efisien. Salah satu cara yang baik adalah dengan mengadopsi praktik yang berlaku umum di industri telekomunikasi seperti dengan menerapkan framework eTom yang dipublikasikan oleh TM Forum.